Sikap Islam-Da'i terhadap Budaya Modern

Islam adalah agama abadi, sementara kehidupan tidak terikat dengan satu bentuk dan cenderung membosankan serta membuat manusia mencari kompensasinya. Kehidupan bukanlah suatu kejumudan (kebekuan), akan tetapi suatu pembaharuan ruhiah dan perasaan.

Aktiviti dakwah kepada seluruh kalangan manusia, —dengan berbagai latar belakang agama dan kepercayaan, warna kulit, maupun tanah airnya— mengandung kerinduan yang suci dan kreativitas seni yang halus guna membangun peradaban dan menghibur masyarakat tanpa berlebihan (secara seimbang).

Dakwah kita telah membuka dan menerima pemahaman-pemahaman berharga seperti ini, sebagaimana tertuang dalam rasail Hasan Al-Banna, "Ikhwanul Muslimin memanfaatkan semua cara mass media modern, seperti media cetak, radio, dan teater/drama." Tahun 1947 Ikhwan pernah menampilkan drama yang disiarkan langsung lewat beberapa radio, karya Ustaz Abdurrahman Al-Banna. Bahkan Imam Hasan Al-Banna hadir menyaksikannya.

Syaikh Muhammad Al-Ghazali mengatakan, "Pada dasarnya segala sesuatu itu boleh (tidak haram) kecuah ada dalil yang pasti." Tetapi kenyataannya masih ada sekelompok orang yang berpikiran sempit, mereka sangat menyukai yang haram. Manhaj mereka dalam menghukumi sesuatu bertentangan dengan manhaj Nabi Muhammad saw. Kerana, Nabi saw. apabila ditawan dua perkara, pasti akan memilih yang lebih mudah selagi bukan dosa. Beliau bersabda dalam hal ini, "Kalian jangan mempersulit diri kerana kalian akan dipersulit. Sungguh suatu kaum yang mempersulit diri, telah dipersulit. Itulah sisa-sisa mereka yang berada di biara-biara dan gereja-gereja, mereka menciptakan rahbaniyah (kerahiban), mereka tidak beristri, tidak bersuami, dan mengurung diri dalam biara, padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka!"

Telah beredar peradaban modern seperti radio, television, dan berbagai media budaya dan hiburan secara merata. Media-media ini tidak akan dimintai pertanggungjawaban dari apa yang disiarkan. Tetapi yang bertanggungjawab adalah para sutradara, penyanyi, dan produsernya, kerana merekalah yang menyuguhkan tayangan yang tidak ada manfaatnya, bahkan berbahaya itu. Syaikh Muhammad Al-Ghazali telah menegaskan bahawa beliau tidak memerangi nyanyian, musik, dan hiburan, tetapi yang menyakitkan beliau adalah kenyataan bahawa umat hanya ingin sedikit kerja tetapi banyak bernyanyi. Lebih lanjut beliau mengatakan,

"Nyanyian adalah sebuah ungkapan, yang baik adalah baik, yang buruk adalah buruk. Siapa saja yang bernyanyi dan mendengarkan nyanyian yang bermakna positif dan bernada indah, maka tidak berdosa. Kami hanya melarang nyanyian dengan syair yang berselera rendah dan jorok. Kerana tidak ada satu pun hadith shahih yang melarang nyanyian."

Memang ada sebahagian ulama yang berhujah pada firman Allah,

"Dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokkan. Mereka itu akan memperoleh adzabyang menghinakan. Dan apabila dibacakan kepada-nya ayat-ayat Kami, dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah dia dengan adzab yang pedih." (Luqman: 6-7)

Pendapat ulama tersebut ditentang oleh Syaikh Al-Ghazali, dengan berpendapat bahawa siapa saja yang mempergunakan perkataan baik, yang berguna atau tidak untuk kepentingan seperti tersebut dalam ayat tadi (untuk menyesatkan) jelas pantas mendapat adzab.

Bagi sebahagian orang yang ingin melemaskan urat-uratnya yang tegang kerana letih dengan mendengarkan suara merdu dan nada indah, tidak ada kaitannya dengan ayat tersebut. Lebih jauh Syaikh Al-Ghazali mengatakan, "Bila nyayian dibarengi dengan hal-hal haram, maka itu yang dilarang. Tetapi bila tidak, maka tidak masalah. Musik dan nyanyian itu sama, kerana Rasul pernah mendengar suara rebana dan seruling tanpa merasa tabu. Memang benar bahawa lagu berbeda-beda pengaruhnya terhadap jiwa. Oleh kerananya, yang perlu ditentang adalah suara kebanci-bancian dan syair-syair yang vulgar dan cair (jorok)!"

Terakhir Syaikh Muhammad Al-Ghazali menegaskan bahawa umat Islam sangat memperlukan banyak keseriusan dan sedikit hiburan, seraya berkata, "Bila kita dianugerahi menjadi seniman yang memiliki kehormatan dan kemampuan, maka dapat mengubah seni menjadi faktor pembina bukan perusak, serta pembangkit perasaan mulia bukan selera rendah!"

Pada saat ini, saat muncul gerakan perlawanan Palestina, "Organisasi Islam HAMAS" menentang pendudukan Yahudi, banyak bermunculan nasyid-nasyid islami yang patriotik. Di antara nasyid yang terkenal adalah nasyid "Abu Ratib" dan "Abu Mazin". Ini berada bersama puluhan nasyid yang beredar di Mesir dan Yordan.

Karya Syaikh Abbas Hasan As-Siisi - www.bahantarbiyyah.info


.::Relasi Artikel



3 comments:

Celetukan Segar said...

Kalo nggak salah inget, dulu saya pernah dengar ceramah, bahwa Mu'jizat Unggulan para Nabi diturunkan atau dikondisikan sama dengan kaum yang akan dihadapinya.
Contoh : Nabi Musa AS dengan tongkat yang mampu berubah menjadi ular dan membelah lautan. Kaum dari Nabi Musa adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan menguasai hi-tech dan sihir.
Sedangkan Nabi Muhammad SAW, yaitu Kitab Al Qur'an, yang mempunyai keindahan berbahasa yang tinggi mengalahkan segala syair dan lagu.

stroevanka said...

berita mengenai anak petinggi HAMA masuk kristen itu bener nggak sih....

MaHaMeRu said...

--Celetukan Segar--
[...]Mu'jizat Unggulan para Nabi diturunkan atau dikondisikan sama dengan kaum yang akan dihadapinya[...] saya belum dapat Dalilnya, jadi mungkin saja.
--stroevanka--
Ya menurut berita yang beredar, kalau ga salah sekitar tahun 2006 Sheikh Hassan Yousef memang benar telah berpindah agama

Post a Comment